Kamis, 19 April 2018

Zona 21 +

Zona 21+

Masuk usia 21 membuat gua tersadar bahwa bukan saatnya menjadi mengikut namun sudah bisa dibilanh sudah bisa mengupayakan dan menghasilkan keputusan sendiri.

Dan yang membuat gua agak kaget dengan kenyataan ulangtahun kali ini gua jauh dari orangtua dan keluarga.

Lah jadi di mana dong?

Yak, gua ada di tanah Kalimantan, yang dulu hanya bisa gua bayangkan melalui buku cerdas, atlas dan kini gua berdiri di sini. Sebuah kenyataan yang tidak pernah terpikirkan.

Road to 21 tahun ini gua rasa adalah titik balik gua bisa survive di kehidupan nyata yang keras ini, mulai dari bergaul dan belajar masuk ke dalam lingkungan yang benar-benar tidak ada orang yang dikenal alias di mukai dari 0. Dan proses itu yang gua rasa sangat membangun gua bahwa yang namanya kepahitan itu nggak selamanya pahit asalkan kita yang dengan cerdas menambahkan gula di dalamnya. Hidup ini hanya masalah menyikapi dan menemukan solusi. Dan gua boleh rangkum dalam 21 hal yang terjadi menuju umur 21, berikut pemaparannya :

1. Naik Pesawat

What?! Iya. Gua baru pertama kali naik pesawat tanggal 28 Juni 2017, di usia 20 tahun 2 bulan 9 hari. Tapi karena terbiasa menonton film, baca-baca blog orang dan dengar-dengar cerita teman, jadi ya menurut gua biasa aja sih *ciailah . Yang menyenangkan adalah menikmati awan-awan (kalau cuaca bagus) bagaikan permen kapas ditambah cahaya pelangi yang memanjakan mata di pagi itu. Yah ternyata norak juga ya, mohon dimaklumi.

2. Injek Pulau Sumatera

Tepatnya di bandara Internasional Kualanamu, Medan, Sumatera Barat. Tapi perjalanan dilanjutkan kembali menuju daerah Tanah Karo, tepatnya dekat gunung yang hampir 8 tahun selalu terbatuk-batuk Sinabung. Cuakep banget sih, sayangnya tidak dapat diabadikan dalam potret kenangan tapi yang pasti tersimpan dalam memori daku. Selain injek , ada pengalaman yang gua rasa pertama kali seumur hidup, yaitu numpang di rumah orang yang tidak dikenal, tanpa membayar sepeserpun bahkan di kasih makan lagi. What? Yes! I have felt it! Rasanya sih aneh, tapi ya nggak taulah ya sudah terjadi.

3. Injek Pulau Kalimantan

Yang ada dalam memori gua tentang Kalimantan adalah lagu Ampar-Ampar Pisang, yang ternyata berasal dari Kalimantan Selatan. Kebetulan gua injek di daerah Kalimantan Barat yang beribu kota Pontianak yang dibelah Sungai Kapuas yang kalo nggak salah terpanjang di Indonesia. Disinilah rangkaian petualangan kembali berlanjut.

4. Melihat Kebun Sawit

Jangan pikirkan kebun hanya sebatas lagu Lihat Kebunku yang hanya berisi bunga mawar dan melati. Kebun yang di maksud adalah lahan  berhektar-hektar yang hanya di tanam 1 jenis tanaman yaitu Sawit. Dan ternyata menjemukan dan panassss! Kalimantan yang terkenal dengan daerah yang dilintasi garis khatulistiwa yang menyebabkan cuaca disini puanas dan bikin gerah di tambah lokasi yang dituju adalah kebun sawit yang makin membuat cuaca menjadi panas. Fiuih, tiba-tiba jadi gerah ya. Belum lagi, jalanan yang berdebu dan kering ditambah lalu lalang truk pengangkut sawit yang biasanya bisa bermuatan 6-7 ton sawit. Lengkap sudah. Bye-bye muka bersih dan kinclong, muka kusam dan siap gosong siap menanti :')

5. Megang Cangkul dan Parang

Seumur hidup mana pernah lama-lama pegang cangkul? Paling angkat pasir dari selokan, nanem cabe depan rumah (lah emang pernah yak?) ya gitu aja. Tapi dalam kesempatan ini gua megang cangkul buat bersihin ladang sahang. Sahang? Apa itu sahang? Merica. Apa itu merica? Masih nggak tau juga? Tau Ladaku? Yang harganya 1.000 (denger-denger udah naik) di warung- warung. Awalnya susah juga, tapi ya lama-kelamaan ya sedikit bisa juga. Denger-denger sih sekalinya panen bisa ngantongin duit belasan juta. Ckckckck, tapi di mana ada hasil pastinya ada usaha dan kerja keras. Selain cangkul, gua harus berurusan dengan yang namanya parang. Ternyata nggak semudah yang gua kira, dan ternyata ada filosofinya kalo mau pake parang " Pakai parang itu harus pakai perasaan, kalau kamu semakin paksa dan keraskan maka si korban nggak akan terputus." (dalam hal ini korban yang dimaksud adalah kayu ya, gua masih taat hukum nggak mau main-main apalagi di tanah orang wkwkwkwk) Ternyata terbukti, total ada 3  parang yang jadi korban dingin dan kerasnya perasaan gua : 2 patah dari gagangnya, 1 lagi patah karena bekas di las. Untung yang punyabparang baik :)). Hal ini sempat membuat gua frustasi sendiri, karena nggak terima dengan keadaan. Ditambah lagi jempol tangan kanan gua jadi tumbal kemarahan parang saat gua hendak mengasahnya. Hadeuuh, efek kebanyakan main Instagram gini nih, jari-jari jadi lemah nggak punya tenaga.

6. Kenalan Sama Brondol

Brondol bukan berondong! Apa itu brondol? Brondol adalah buah sawit yang terlepas dari pokok besarnya, di karenakan termakan waktu. Nah, jadi kalo misalkan dalam beberapa hari buah sawit yang utuh tidak segera di ambil, di tambah cuaca yang panas hujan akan mempercepat pelepasan buahnya dari pokoknya. Selain itu si brondol ini bisa di makan loh. Ya walaupun membuka cangkangnya agak keras (banget sih) dan rasanya seperti buah kelapa, tapi dagingnya hanya sedikit saja. Kalau di keringkan bisa jadi pemicu api untuk menyalakan api sebelum di sambung dengan kayu bakar. Dan, kalau dia sudah busuk baunya busuk banget. Hadeuuh, macam pupuk kandang gitu deh. Belum lagi kalau busuk jadi kubangan dan jadi tempat mandi babi. Iuh.

7. Masak di "Dapur"

Memang masak di mana di kamar?! Bikin emosi aja. Tenang-tenang yang gua maksud dapur adalah tungku yang terbuat dari tanah liat yang nantinya di isi kayu bakar dan jadi tempat masak dan untuk menjaga kestabilannya harus ditiup pake bambu macam di komik Sinchan. Uniknya ada 2 lagi bahan bakar yang di gunakan untuk api awalnya, bisa dari brondol yang di keringkan, di pangkung, dan di bakar bisa juga dari getah karet kering. Belum lagi asap hasil pembakaran yang bakal memenuhi area tempat memasak. Tapi ada sisi baiknya juga, nggak butuh pasang obat nyamuk, karena Kalimantan bukan hanya terkenal dengan pulau 1000 sungai tetapi juga banyak nyamuk sesuai dengan geografisnya yang rawa-rawa dan masih banyak hutannya.

8. Hidup di Pondok Ladang 3 minggu (no listrik, no hape, no extra clothes)
Oke-oke, kayanya kalo hape terlalu berlebihan sih, mengingat gua masih bisa hidup selama 13 tahun sebelum mengenal yang namanya hape. Tapi bagaimana dengan NO LISTRIK? Kalo di rumah aja mati lampu cuman 2-3 jam aja udh ngeluhnya bukan main, ini 3 minggu. Tapi gua masih beruntung sih karena hanya 3 minggu, bagaimana dengan mereka yang sampai saat ini belum merasakan aliran listrik? Yang hari-harinya masih mengandalkan pelita yang terbuat dari botol kaca atau kaleng bekas minuman berisi minyak atau solar?
Iya, no extra clothes. Selama itu gua hanya bertahan hidup dengan 2 kaos, 1 celana panjang, 1 celana pendek dan 2 pakaian dalam. Ya kalau di gambarkan kaya orang yang lagi terdampar di pulau-pulau gitu. Tapi untungnya cuaca siang yang begitu terik memungkinkan untuk cuci pakaian terus dan kering, kalau misalkan hujan atau hari mendung ya andalkanlah si dapur itu.
Dari pengalaman ini gua semakin belajar bahwa selama ini gua masih beruntung dan satu pelajaran yang di petik adalah jangan manja dan bergantung pada situasi yang nyaman *jleb!

9. Mengandalkan Radio Sebagai Sarana Hiburan

Lah katanya nggak ada listrik kok bisa denger radio? Inget film Laskar Pelangi, si Mahar yang tukang denger radio. Benda apa yang digunakannya untuk membuat radionya hidup? Yak, baterai. Hape kondisi mati, alhasil hiburan yang tersedia adalah denger radio. Situasi ini membawa gua pada jaman nenek moyang di mana sumber informasi hanya berasal dari radio, karena terisolasi dengan situasi dan kondisi yang sulit ke mana-mana. Tapi yang mengejutkan juga, walaupun dalam kondisi ini dapat siaran radio Malaysia. Jadi masalah informasi yang di dengar nggak kalah update kok sama yang di denger di ibukota, malahan sedikit lebih mengasah otak, karena penyiarnya ngomong pake bahasa Inggris dan pastinya musiknya kekinian juga pastinya.

10.Makan Rice Mix Cassava

Yak. Nasi Campur Singkong. Seaneh-anehnya gua mulai makan nasi sama pepaya, makan sambil boker, ini adalah hal baru yang belum pernah di cicipi. Awalnya gua berpikir, buset hidup gini amat tapi ya itu hidup emang gini amat. Rasanya ya enak sih (mungkin efek laper, jadi semua makanan enak). Latar belakangnya sih karena saat itu sedang krisis beras dan tersisa 2 canting, sementara jumlah manusia yang makan adalah 3 orang. Ya biar kenyang muncullah ide tersebut.

Cara bikinnya sih nggak susah. Bagi yang sudah terbiasa menanak nasi mungkin akan mudah kalau mencobanya. Bedanya beras yang akan di masak dicampurkan dengan singkong mentah yang di potong sekecil-kecilnya. Memang dari durasinya agak lama sih matengnya karena harus nunggu singkong biar lembut. Cabe, garam dan "sedikit" mecin sudah jadi penikmat menyantap makanan istimewa ini.

11. Bawa Motor Kopling & Gigi

Terbiasa dan karena memang bisanya bawa motor matic, membuat gua nggak pernah pengalaman bawa motor gigi apalagi kopling. Dan lagi-lagi di desak situasi mengharuskan gua harus bisa. Dan hasilnya the power of kepepet menjadikan gua bisa mengemudikan kedua motor ini. Mulai dari gonceng orang, balok kayu, seng sampe bawa 2 karung beras berisi brondol. Mulai dari motor thunder, supra, mio, blade, jupiter, saturnus, uranus, sampe pluto.

Yang menarik adalah motor gigi. Yang paling sulit buat penalaran gua adalah masukin giginya. Oke kalo naik sih ya lumayanlah ya, tapi kalo turun gigi itu pemahaman gua yang dangkal nggak bisa menangkap proses mudah ini. Sampe muncul statement "Gitu doang kok nggak bisa sih?" Pernah sekali di Singkawang, gua bawa motor supra lagi kecepatan agak tinggi di jalan raya yang situasi lalu lintasnya agak ramai. Saat itu posisi gigi sedang ada di gigi 2, tiba-tiba entah apa yang membuat gua kalang kabut bingung gua lupa kalo naik gigi itu ke depan atau ke belakang. Alhasil jatuhlah pilihan kaki gua memijak pedal belakang yang menyebabkan mesin motor ngeden terkejut melihat  kebodohan gua dalam membawa motor.

Hahahahaha, akhirnya gua paham situasi di mana lu dipojokkan saat tidak bisa melakukan sesuatu meski sudah dibimbing sekalipun. Ya tapi dengan berjalannya waktu sedikit-sedikit bisalah ya.

Di lain sisi, di sini itu lumrah yang namanya jatuh dari motor. Bukan hanya bagi kaum lelaki saja, tapi bagi kaum perempuanpun adalah hal yang wajar. Di karenakan kondisi jalan yang sangat-sangat "mulus" apalagi kalau sedang musim hujan tiba.

Pernah lagi, dengan motor supra namun di lain tempat gua mendapat kepercayaan membonceng 2 orang. Saat itu malam dan kebetulan hujan baru selesai turun. Di satu tanjakan yang agak tajam ke atas gua pacu motor di gigi 2, padahal tau sendiri beban 3 orang, lalu nanjak lagi. Alhasil di tengah2 tanjakan, gua panik nggak tau mau ngapain apalagi ternyata rem depan udah blong lagi. Hadeuuuh amsyonglah kami ber 3, motor terbuang ke sebelah kiri. Ini semua akibat #HondiLogic

12. Pangkas Rambut Orang

Biasa di pangkas mas-mas Asgar atau Barber Shop membuat gua manja dan nggak mau tahu bagaimana caranya ini dan itu tentang pangkas rambut. Paling di pangkas sama kakak gua walaupun modelnya sangat kekinian pun dan gua selalu siap menerima apapun keadaannya dan hasil. Tapi sekarang gua belajar, oke lu bisa terima gitu, bagaimana dengan orang lain saat ada di posisi itu? Apakah dia bisa terima keadaan ini?

Karena daerah yang jauh dari yang namanya tukang pangkas apalagi Barber Shop, situasi mengharuskan gua memotong rambut orang lain.m, karena gua sudah lihat tutorial kilat yang di perlihatkan pertner gua. Seumur-umur gua nggak pernah yang namanya mangkas rambut orang, apalagi hanya dengan modal gunting dan sisir. Hadeuuh, lagi-lagi the power of kepepet.

Total ada 2 kepala yang sudah jadi hasil ketidak berpengalamannya gua. Yang pertama adalah Ariel, partner gua. Yang untungnya rambutnya lurus, jadi walaupun hasil agak bertangga masih aman-aman aja di lihat kasat mata. Nah, yang kedua ini. Karena di lihat gua potongin rambutnya Ariel, si om tempat gua numpang tinggal request gua potongin rambutnya dia besok. Ya namanya juga dion, yang selalu iya-iya dan segan yang namanya menolak.

Hari esokpun tiba, dan ya eksekusi di mulai. Dan hasilnya hampir 2 jam, gua tak kunjung menemukan kata selesai. Sampai-sampai Ariel harus turun tangan. Hasilnyapun ya, gitulah. Ternyata menjadi tukang pangkas harus banyak pengalaman dan latihan juga ya, apalagi harus tau jenis rambut orangnya juga. Hmmmm. . . . gua baru menyadari kenapa dari SD selalu di beliin buku Sidu yang di bagian bawahnya tertulis Experience is best teacher , ternyata ini yang di maksud.

13. Menjagal Ayam.
Serem ya, tapi ya itulah manusia demi memenuhi nafsunya untuk makan daging ayam harus ada ayam yang jadi korban (yaiyalah, masa kambing?! *emosi sendiri). Makan ayam sih pernah, beli ayam mentah juga pernah, tapi bagaimana dengan proses penjagalan nya? Lihat aja belum pernah.

Glek-glek *menelan ludah sejenak.

Oke kita mulai kisah sadis ini. Pertama-tama harus tangkap ayam. Dipikir gampang? Apalagi ayam kampung, lalu yang jantan lagi. Bisa-bisa lelarian seharian kalau ayamnya agresif. Nangkepnya harua dari belakang lagi dan kalau bisa yang di incar adalah kakinya. Kalau sudah tertangkap siapkan pisau atau parang untuk menjagalnya.

Glek-glek *menelan ludah lagi.

Dan, mengalirlah darah dari leher yang di potong. Ayamnya sih anteng-anteng aja sih, kayaknya udah pasrah. Yak, tahao selanjutnya adalah memasak air panas untuk cabutin bulu ayamnya. Dengan air mateng bulu-bulu ayam yang tersiram akan otomatis melemah dan akan mudah dicabuti. Proses ini juga agak memakan waktu yang lama, apalagi buat gua yang nggak pernah melakukan hal ini. Next, ayam yang udah bugil akan kembali di bakar untuk membakar bulu-bulu halus yang tidak tercabut oleh tangan. Mulailah, mutilasi dilakukan.
Potong-potong-potong. Alhasil si ayam sudah siap di masak. Masih niat makan ayam sodara-sodara?

Glek-glek *menelan air putih keselek daging ayam

14. Naik Batu

Yaudah tinggal naik. Oke, tapi bagaimana batu itu tingginya hampir 1.000 meter? Di Kalimantan sendiri nggak ada sih yang namanya gunung, paling adanya bukit-bukit. Alhasil, menurut informasi tang gua dengar tanah ini nggak pernah merasakan yang namanya gempa bumi maupun gunung meletus seperti yang sering terjadi di pulau Jawa maupun Sumatera.

Awalnya gua berpikir, ah paling batu doang. Mungkin seperti jalan-jalan di Cibodas. Gua salah besar. Faktor lama nggak olahraga, membuat nafas nggap-nggapan dan badan encok-encok. Tapi, show must go on. Belum lagi dalam perjalan mendaki, perbekalan hanya 1 botol air minum 1 L dan ciki-ciki. Keadaan bertambah buruk saat hujan mengguyur batu. Karena kehabisan air minum alhasil air hujan ditampung lah di botol. Puji Tuhan, bisa turun lagi dengan selamat sentosa dengan pakaian yang kering.

Pelajaran yang bisa di ambil dari peristiwa ini, jangan pernah sepelekan hal-hal kecil karena bisa jadi apa yang di anggap enteng bisa jadi kendala yang besar dalam perjalanan tersebut. Jangan lupa juga dengan yang namanya persiapan, karena ada pepatah "Sedia payung sebelum hujan" yang artinya jangan merasa sanggup dengan persediaan yang ada.

15. MCK di sungai

Biasanya kalau mau berenang harus ke kolam berenang bayar lagi, eh disini kelepek2 ampe keriput berenang. Btw gua baru bisa berenang juga, itupun masih kelelep-kelelep. Mandi di sungai ya biasa aja, cuci juga ya biasa, tapi kakus? Bentar-bentar kakus itu apa? Kakus adalah buang hajat.

Yak betul. I do it! Abis mau di mana lagi nggak ada WC? Hal ini mengingatkan gua saat masih SD menyebrangi jembatan sungai Ciliwung dan cekikian ngeliatin orang buang hajat di sungai. Eh taunya masuk umur 21, gua harus melewati fase ini. Untungnya gua mudah beradaptasi dan nggak iuh-iuahan anaknya.

Tapi ada satu kejadian yang betul-betul tidak terlupakan, saat lagi beberenangan di sungai, eh ada yang ngambang lewat persis depan muka. Ini sih iuh banget ya.

16. Menanam Jagung di Kebun kita, eh Kebun Orang

Cangkul, cangkul, cangkul yang dalam
Menanam jagung di kebun kita

Itulah yang teringat selalu dalam pemikiran gua proses menanam jagung. Padahal nyatanya nggak gitu. Nggak pake cangkul. Hanya di butuhkan batang kayu atau seperti tongkat yang di tancap dan dicabut, lalu masukkan 2-3 butir bibit jagung dan tutup lubang dengan sejumput tanah. Begitu seterusnya sampai lahan seluruhnya terpenuhi.

Sayangnya jagung yang di tanam gagal panen gegara lahannya kebanjiran karena di pinggir sungai. Huft. . . Ya udah nasib sida berdua

17. Panen Padi Darat

Emangnya hanya buaya aja yang darat? Padi juga ada dong. Sama seperti padi-padi umumnya, tapi yang beda medianya nggak melalui tanah yang diairi seperti sawah.

Biasanya kalau kita lihat di tipi-tipi, orang panen pakai arit / celurit disini lain. Istilah di sini itu "ngetam". Apa yang dilakukan? Jadi kita dibekali dengan pisau yang terbuat dari kaleng yang di tajamkan sisinya. Bentuk setengah lingkaran dan ukurannya kurang lebih seperti busur dan di tambah gagang dari kayu sepanjang satu jengkal. Cara pegangnya seperti pegang gagang, tapi posisi jempol berada di antara jari telunjuk dan tengah (jangan pikir yang negatif ya), gunanya untuk mendorong si pisau untuk memotong bulir padi (bukan hanya pulpie dan florida yang ada bulirnya)

Ternyata kena padi itu gatel, apalagi kalau udah kering. Di sinilah gua melihat perjuangan untuk hidup. Ya demi makan sesuap nasi harus berpanas-panasan berjibaku melawan terik dan gatal. Belum selesai sampai disitu, padi yang telah di kumpulkan di bawa ke lumbung, dan sedikit demi sedikit padi di jemur pakai sejenis karpet anyaman yang terbuat dari . . . aduh gua lupa euy. Ukurannya sebesar matras-matras buat kemping dan banyak. Kalau sudah dinyatakan kering proses lagi untuk memisahkan padi dari sekamnya. Beruntunglah kalian wahai manusia yang hidup di jaman modern yang sudah mengenal mesin padi. Di sini harus manual dong, dengan cara dinjak-injak dengan pola semacam mengucek pakaian tapi menggunakan kaki. Bisa-bisa kaki sampai lecet-lecet di buatnya, kalau udah sakit keluarlah jurus sakti : diinjak pakai sepatu boot! Hahaha. . . . Gua sih nggak nyoba karena tidak dapat restu jadi nongtonin aja.

Eit, belum selesai. Bulir yang sudah lepas di jemur lagi. Situasi paling menyebalkan dari jemur menjemur ini adalah saat situasi mendung dan hujan tiba-tiba. Lebih ngeselin lagi pas panas lalu hujan. Kocar-kacirlah buru-buru menyelamatkan padi. Baru setelah itu, padi digiling pakai mesin. Tapi kalau manualnya pakai lesung (bukan pipi ya). Itu loh alat penumbuk itu. Sekali mencoba tangan gua kapalan, hahahaha. . . Lalu batang lesungnya ternyata berat lagi, kalau nongtonin orang bisa pakai satu tangan, lah dateng gua harus dua tangan. Itupun berasnya mungkin hanya setengah periuk, udah capek. Kebayangkan kalo misalkan numbuk 10 karung beras yang 1 karungnya 50 kg?
Fiuih. . . .

18. Rindu Tahu, Tempe, bahkan Sawi Ijo

Disini hitungan makan telur ayam lebih sering di bandingkan makan-makanan di atas. Dan lebih sering makan ayam di bandingkan makan tahu apalagi sawi ijo. Hahahaha. . . Pernah gua sekalinya makan tahu sampai-sampai bersyukur dalam hati "Aduuuuh ini tahu enak banget" sangking kangennya. Tempe apalagi, pas di kunyah sampe gua resapi setiap teksturnya yang lembut. Sawi ijo biasanya, di rumah kawannya indomie dong. Tapi di sini lebih sering makan daun singkong dan pakis, sayur yang jarang gua di temui saat di rumah. Pelajaran lagi, makan apa yang ada jangan cari yang nggak ada. *jleb

19. Makan Durian

Aneh tapi nyata! Sungguh! Seorang yang tidak suka durian diobahkan dan berbalik makan durian. Gua sendiri juga nggak paham sih kenapa bisa gua makan, tapi yang jelas durian tidak seperti yang gua bayangkan selama ini. Diawali dari Sumatera, gua lihat orang-orang makan durian, ya cobalah 1-2 biji. Not bad. Dosis menambah saat gua makan 1 buah. Bulan Desember kemarin di Sintang, mulai coba lagi. Sampai di Melawi bulan Januari ternyata lagi musim durian dong. Pagi durian, siang durian, malam durian, malam-malam durian. Di sini durian, di sana durian. Siklus ini berjalan selama 1 bulan. Untungnya gua nggak mabok overdosis durian. Hadeuuuh, dari awalnya nggak suka, jadi suka, sampe nek sampe sekarang nggak punya rasa lagi kepada durian. Prinsipnya ada di makan, nggak ada nggak di cari.

Ternyata betul segala sesuatunya harus seimbang, jangan kekurangan jangan kelebihan. Harus pas.

20.  Hidup dengan orang-orang baru

Lu sama siapa yon di sana? Hampir 7 bulan ini gua selalu bersama Ariel Simanungkalit. Yap, dari yang awalnya nggak kenal, lalu kenal sampai selalu bersama (kami tidak homo) dalam program pelayanan di tempat di mana kami harus di tempatkan. Kebetulan kami mendapat tempat pelayanan di Kalimantan Barat. Berkeliling bak backpacker amatiran kami menjajaki Sambas, Singkawang, Sintang sampai di Melawi. Banyak tipe-tipe orang yang di temui mulai dari yang welcome, biasa aja, dingin, sampai yang kurang bersahabat. Semuanya di lewati sekalian tes mental. Dan semua yang terjadi menempa gua jadi pribadi yang boleh jadi harus lebih peduli, lebih sabar, lebih menerima keadaan seseorang apa adanya, nggak ngejudge orang terlalu dini dan lain-lain.

21. Belajar Jadi Orang Tua dan Kakak/Abang

Awalnya gua pikir jadi orang tua itu adalah hal yang ya biasa aja. Tapi di sini gua belajar bagaimana mengambil keputusan, resiko dan belajar menghadapi masalah dan mencari solusinya. Dari banyaknya keluarga yang gua temui bagaimana menjadi seorang bapak adalah hal yang penuh tantangan, karena dalam sebuah rumah tangga dia harus menjadi kepala pengambil keputusan yang akan menentukan arah dari keputusan tersebut.

Ibu. Pernah nggak sih kalian berpikir ada manusia yang begitu perhatian seperhatiannya sama kalian tapi kita mengabaikannya? Gua belajar bagaimana jadi seorang ibu, yang harus masak, nyapu, nyuci, dan yang pasti belajar bagaimana melakukan segala sesuatu tanpa keterpaksaan tapi dilandaskan oleh ketulusan yang berasal dari hati.

Kakak. Gua yang terlahir dari keluarga yang hanya punya kakak dan gua menjadi adik. Tapi gua di kasih kesempatan menjadi seorang kakak/abang yang harus menghadapi dengan sabar segala perlakuan dan tindakan dari adiknya. Bukan hanya 1 tapi banyak. Gua merasakan bagaimana dihargai, dihormati dan yang terpenting merasa dimiliki menjadi suatu keluarga. Bukan berarti segala-galanya dilewati dengan suka-suka aja, tapi hal duka nggak akan dianggap suatu masalah kalau hal itu tidak di pandang menjadi masalah. Ya nggak sih?

Belajarlah banyak untuk memberi, bukan untuk menerima.

Segala sesuatu yang terjadi di atas di dapatkan karena gua ikut dalam satu program Gerakan 1000 Misionaris (1000 Missionary Movement). Ya bukan hanya hal-hal kerohanian saja yang gua dapat, tapi pengalaman ilmu dalam kehidupan serta pengalaman demi pengalaman yang gua dapat. Dan pastinya di hari-hari nanti, gua bakal merindukan hari-hari di tanah ini, tanah Kalimantan.

Terimakasih untuk yang sudah baca, semoga tidak membosankan karena tulisannya yang agak panjang. Mudah-mudahan bisa mengobati rindu setelah selama ini fakum. Hope you enjoy it! Jangan lupa di komen ya 😜

Tidak ada komentar:

Posting Komentar